SISTEM
MUSKULOSKELETAL
OSTEOPOROSIS
DISUSUN
OLEH :
YOGI CANDRA
DIMASTA
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM
STUDI KEPERAWATAN
MITRA
LAMPUNG
2016
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan karunia-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas Sistem Muskuloskeletal. Tanpa ridho dan kasih sayang serta
petunjuk dari-Nya mustahil tugas ini dapat terselesaikan. Kami membuat makalah
ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang di berikan oleh dosen. Dari
pembuatan makalah ini tidak hanya menyelesaikan tugas, tetapi bertujuan untuk
menambah pegetahuan dan wawasan kami yang berkaitan dengan sistem muskuloskeletal.
Kiranya makalah ini bias menambah
pengetahuan bagi pembaca. Meski begitu, penulis sadar bahwa makalah ini perlu
untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang
membangun dari pembaca akan kami terima dengan senang hati.
Bandar
Lampung, 11 Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1........ Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 ....... Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.... Definisi........................................................................................................ 3
2.2.... Etiologi........................................................................................................ 4
2.3.... Klasifikasi.................................................................................................... 7
2.4.... Patofisiologi................................................................................................. 9
2.5.... Manifestasi Klinis........................................................................................ 10
2.6.... Pemeriksaan Diagnostik............................................................................... 11
2.7.... Penatalaksanaan........................................................................................... 12
2.8.... Komplikasi................................................................................................... 12
2.8.... Asuhan Keperawatan................................................................................... 13
BAB III PENUTUP
3.1.... Kesimpulan.................................................................................................. 25
3.2.... Saran............................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dengan meningkatnya usia harapan hidup,
maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan
menjadi problem muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama
dinegara berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah
penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50%
dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan
berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan meningkat ( Sodoyo,
2009 )
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur,
mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan
rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% tahun. Penelitian
yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko
osteoporosis yang meliputi umur, lamanya menopause dan kadar estrogen yang
rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat
berat badan lebih/obesitas dan latihan yang teratur ( Sudoyo, 2009 ).
Ada beberapa faktor risiko
osteoporosis daiantaranya genetic, jenis kelamin dan masalah kesehatan kronis,
defisiensi hormone, kurang olah raga, serta rendahnya asupan kalsium, Bila
dalam suatu keluarga mempunyai riwayat osteoporosis maka kemungkinan peluang
anak mengalami hal yang sama adalah 60-80%. Dilihat dari jenis kelamin 80%
wanita mengidap osteoporosis. Risiko osteoporosis juga akan meningkat apabila
mengidap penyakit kronis. Sedangkan hubunga antara perempuan osteoporosis
karena menaupose akibat penurunan hormone esterogen , (Siswono, 2003).
Osteoporosis atau dikenal sebagai
tulang keropos. Pada osteoporosis massa yang membentuk tulang sudah berkurang,
sehingga tulang dapat dikatakan keropos. Struktur pengisi tulang antara lain
berupa senyawa-senyawa kolagen disamping juga kalsium, berfungsi bagaikan semen
cor-an nya tulang. Ketika massa ini menjadi berkurang maka tulang menjadi
kurang padat sehingga tak kuat menahan benturan ringan sekalipun yang
mengenainya, resikonya patah tulang gampang terjadi.Di luar dari mudahnya
tulang yang keropos itu mengalami fraktur, tulang yang keropos hampir tak
bergejala sama sekali, silent disease. Jadi Keduanya memang dekat dengan
wanita usia post menopause dikarenakan proses metabolisme di tulang
memang membutuhkan pengaruh dari hormone estrogen yang lazimnya menurun saat
wanita post menopause.
1.2
TUJUAN
A. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan
keperawatan pada pasien Osteoporosis
B. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami definisi Osteoporosis
b. Mahasiswa mampu memahami etiologi Osteoporosis
c. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Osteoporosis
d. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik Osteoporosis
e. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik Osteoporosis
f. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan Osteoporosis
g. Mahasiswa mampu memahami komplikasi Osteoporosis
h. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan Osteoporosis
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya
tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali,
1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang
yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan
tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah
kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan
dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang
merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas
tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai
oleh penurunan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah. Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH)
mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang
ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah (
Sudoyo, 2009 ).
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
a. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang,
yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga
meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca
menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1
pada usia rata-rata 53-57 tahun.Osteoporosis primer
adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan,
sedangkan osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa
tulang akibat hal hal tertentu. Sampai saat ini
osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena lebih banyak ditemukan
dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita menopause
dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer.
b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan
oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang. Osteoporisis sekunder
mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan
endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada
osteoporosis sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk
menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan
steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi,
mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status
hipogonade, dan lain-lain.
2.2 ETIOLOGI
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut :
1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetic
Perbedaan
genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang
kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pada
bangsa Kaukasia. Jadi seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit
Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor
mekanis
Beban mekanis
berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik. Bertambahnya beban
akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja
mekanik beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga
massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh
becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama
pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya
akan dijumpai pada pasien yang harus istirahat di tempat tidur dalam waktu yang
lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa
lama untuk meningkatkan massa tulang di samping faktor genetik.
c.
Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan
hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan
mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian
makanan yang berlebih (misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.
2. Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetic
Pada seseorang
dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada
seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal
yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai
ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis dan besar
badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses
penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka
individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada
individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
b. Faktor
mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan
yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan
lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi
panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan
menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi
beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya
usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang
peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan
bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan
nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya
baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita
dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan
serta absorbsinya kurang serta ekskresi melalui urin yang bertambah. Hasil
akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga
merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang.
Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang
mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan
secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
e. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari
dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan
juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan
kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah
banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini
merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan
masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007),
yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya
hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia
antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon
estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal
ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun
pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat
dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan
antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas)
dan pembentukan tulang baru (osteoblast).
Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih
sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5%
penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan oleh
keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal
ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal)
serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon
tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk
keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis
osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang.
2.3 Klasifikasi
Chehab Rukmi
Hylmi (1994) membagi osteoporosis sebagai berikut :
1.
Osteoporosis Primer
2.
Osteoporosis Sekunder
3.
Osteoporosis Idiopatic
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis
primer adalah suatu osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dengan jelas
ini merupakan kelompok terbesar.
Osteoporosis
primer dibagi menjadi :
a.
Type I
Osteoporosis
yang timbul pada wanita post menoupouse
b.
Type II
Osteoporosis
yang terdapat pada kedua jenis kelamin
dengan usia yang semakin bertambah (senilis)
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis
sekunder adalah suatu osteoporosis yang
diketahui penyebabnya jelas.
Biasanya
disebabkan oleh :
a.
Endcrine disease
b.
Nutritional causes
c.
Drugs
3. Osteoporosis Idiopatic
Yang
dimaksud dengan osteoporosis jenis ini adalah terjadinya pengurangan masa
tulang pada :
a.
Juvenile
b.
Adolesence
c.
Wanita pra menoupouse
d.
Laki-laki berusia muda /pertengahan
e.
osteoporosis jenis ini lebih jarang
terjadi.
2.4 PATOFISIOLOGI
Osteoporosis terjadi karena adanya
interaksi yang menahun antara faktor genetic dan faktor lingkungan. Faktor
genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah
melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin
dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium
dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak
tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat
yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada
pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang
disebut osteoporosis.
Dalam keadaan normal, pada tulang
kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang berjalan secara terus
menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses
pembentukan tulang (remodeling). Setiap
perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar
dari pada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang
dan keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang,
sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan tulang akan sampai pada periode
yang disebut dengan peride konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses
penambahan kepadatan tulang atau penurunan porositas tulang pada bagian
korteks. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia kuarang
lebih antara 30-45 tahun untuk tulang bagian korteks dan mungkin keadaan serupa
akan terjadi lebih dini pada tulang bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara
45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami proses penipisan tulang
bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula
akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita, proses
berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi
pada wanita sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebiuh cepat. Pada
pria seusia wanita menopause massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%,
sedang pada wanita penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan
massa tulang ini berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu
dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang tersebut lebih cepat terjadi pada
bagian-bagian tubuh seperti berikut: metacarpal, kolum femoris serta korpus
vertebra, sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya : tulang paha bagian
tengah, tibia dan panggul, mengalami proses tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses
pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang sama dan berakhir dengan
terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen, sehingga secara
anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai
apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga
tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma mekanis dan akan
mengakibatkan terjadinya fraktur. Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami
fraktur pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian prosimal dan
radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai sebab,
akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah osteoporosis
oleh karena bertambahnya usia.
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Osteoporosis
merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak
mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis
mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada
daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat
tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra
menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini
mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra
abnormal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan
predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan),
yang sering terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena
mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan korteks serta trabekula. Pada
kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi ketebalan
trabekular pada individu ”normal” yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan
dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis dalam keadaan berat.
Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu tulang
tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat,
dan alkali fosfatase yang normal dalam serum.
Manifestasi osteoporosis :
1. Nyeri dengan
atau tanpa fraktur yang nyata
2. Rasa sakit oleh karena adanya
fraktur pada anggota gerak
3. Nyeri timbul mendadak
4. Sakit hebat
dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Bagian-bagian tubuh yang sering
fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan vertebra
5. Nyeri berkurang
pada saat istirahat di tempat tidur
6. Nyeri ringan
pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas atau karena suatu pergerakan yang
salah
7. Deformitas
vertebra thorakalis menyebabkan
penurunan tinggi badan, Hal ini terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang
asimtomatis pada vertebra.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh
tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling
serius adalah patah tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi karena
adalah patah tulang lengan di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan,
yang disebut fraktur Colles, Pada penderita osteoporosis, patah tulang
cenderung mengalami secara perlahan.
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologis
Gejala
radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat
dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya
merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula
transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra
menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat
mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai penting dalam
diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya
tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra
dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami
fraktur.
3. Pemeriksaan
Laboratorium
a.Kadar Ca, P,
Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata
b.Kadar HPT
(pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang
pembentukkan Ct)
c. Kadar
1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
d. Eksresi
fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
2.7 PENATALAKSANAAN
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang
mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada
permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal.
Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang
tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya)
setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan
preparat kalsium (kalsium karbonat).
Pada menopause, terapi pergantian
hormone (HRT=hormone replacemenet therapy) dengan estrogen dan progesteron
dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya
patah tulang yang diakibatkannya. Wanita yang telah mengalami pengangkatan
ovarium atau telah menjalani menopause prematur dapat mengalami osteoporosis
pada usia yang cukup muda;penggantian hormon perlu dipikirkan pada pasien ini
estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang.
Penggunaan hormon dalam jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen tidak akan
mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan pasti. Terapi estrogen
sering dihubungkan dengan sedikit pengingkatan insidensi kanker payudara dan
endometrial. Maka selama HRT pasien harus diperiksa payudaranya setiap bulan
dan diperiksa panggulnya termasuk masukan papanicolaou dan biopsi endometrial
(bila ada indikasi), sekali atau dua kali setahun.
Obat-obat lain yang dapat diresepkan
untuk menangani osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluorida, dan natrium
etidronat. Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan diberikan
secara injeksi subkutan atau intra muscular. Efek samping ( mis gangguan
gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin) biasanya ringan dan
kadang-kadang dialami. Natrium fluoride memperbaiki aktifitas osteoblastik dan
pembentukan tulang ; namun,kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian.
Natrium etidronat, yang menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, sedang dalam
penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai terapi osteoporosis.
2.8 KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi
panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur
daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan
tangan.
2.9 ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengumpulan data yang
akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola
pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita
yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat
psikososial.
1. Anamnese
Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur,
jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai
identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung
jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama
perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat
Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan,
perawat perlu mengidentifikasi adanya :
a. Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian
bawah), leher,dan pinggang
b. Berat badan menurun
c. Biasanya diatas 45 tahun
d. Jenis kelamin
sering pada wanita
e. Pola latihan
dan aktivitas
c. Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas
dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu luang dan
rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk
pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu,
olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan
aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh
memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal.
Beberapa
perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah
agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan stamina menurun.
3. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga
dada dan tulang belakang
Palpasi :
Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang
paru
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya
didapatkan suara ronki
b. B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik,
sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi
gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
c. B3 ( Brain)
Kesadaran
biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah.
a. Kepala dan
wajah : ada sianosis
b. Mata : Sklera biasanya tidak
ikterik, konjungtiva tidak anemis
c. Leher : Biasanya JVP dalam
normal
Nyeri punggung
yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan
indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra
d. B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas
normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.
e. B5 ( Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada
gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau
feses.
f. B6 ( Bone)
Pada inspeksi
dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan
kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat
badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality
dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi
Gejala
radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat
dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan
lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal
merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan
penonjolan yang menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
b. CT-Scan
Dapat mengukur
densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam
diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 biasanya
tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra
dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami
fraktur.
Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan
dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot, deformitas tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri
sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko
cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurang
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi.
Intervensi
1. Nyeri
berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme otot,
deformitas tulang.
·
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
nyeri
berkurang.
·
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan
nyerinya, klien dapat tenang dan
istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam
perawatan dan penanganannya
secara sederhana.
Intervensi
|
Rasional
|
ü Pantau tingkat nyeri
pada punggung, nyeri terlokalisasi atau menyebar pada abdomen atau pinggang.
Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri berat.
|
ü Tulang dalam
peningkatan jumlah trabekular, pembatasan gerak spinal.
|
ü Ajarkan pada klien
tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
|
ü Alternatif lain untuk
mengatasi nyeri, pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya.
|
ü Kaji obat-obatan untuk
mengatasi nyeri :
Aspirin
Phenyl-butazone
Naproxen
Ibuprofen
Diclofenac
Piroxicam
Tenoxicam
Celecoxib
Lumiracoxib
|
ü Keyakinan klien tidak
dapat menoleransi obat yang adekuat atau tidak adekuat untuk mengatasi nyerinya.
|
ü Rencanakan pada klien
tentang periode istirahat adekuat dengan berbaring dalam posisi telentang
selama kurang lebih 15 menit
|
ü Kelelahan dan
keletihan dapat menurunkan minat untuk
aktivitas sehari-hari.
|
2.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder
akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam, diharapkan
klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria
hasil : Klien dapat meningkatkan
mobilitas fisik, klien mampu melakukan
aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.
Intervensi
|
Rasional
|
ü Kaji tingkat kemampuan
klien yang masih ada.
|
ü Dasar untuk memberikan
alternative dan latihan gerak yang
sesuai dengan kemapuannya.
|
ü Rencanakan tentang
pemberian program latihan :
ü Bantu klien jika
diperlukan latihan
ü Ajarkan klien tentang
aktivitas hidup sehari hari yang dapat dikerjakan
ü Ajarkan pentingnya
latihan.
|
ü Latihan akan
meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi
sirkulasi darah
|
ü Bantu kebutuhan untuk
beradaptasi dan melakukan aktivitas hidup sehari hari.
|
ü Aktifitas hidup
sehari-hari secara mandiri
|
ü Peningkatan latihan
fisik secara adekuat :
ü Dorong latihan dan
hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
ü Instruksikan klien
untuk latihan selama kurang lebih
30menit dan selingi dengan istirahat
dengan berbaring selama 15 menit
ü Hindari latihan
fleksi, membungkuk tiba– tiba,dan penangkatan beban berat
|
ü Dengan latihan fisik masa otot
lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis.
ü Program latihan merangsang
pembentukan tulang.
ü Gerakan menimbulkan kompresi
vertical dan fraktur vertebrata.
|
3. Risiko cedera
berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh.
·
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera
tidak terjadi
·
Kreteria Hasil :
Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien dapat
menghindari aktivitas yang
mengakibatkan fraktur
Intervensi
|
Rasional
|
ü Ciptakan lingkungan
yang nyaman :
ü Tempatkan klien pada
tempat tidur rendah
ü Amati lantai yang
membahayakan klien
ü Berikan penerangan
yang cukup
ü Tempatkan klien pada
ruangan yang tertutup dan mudah untuk
diobservasi
ü Ajarkan klien tentang
pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan.
|
ü Menciptakan lingkungan
yang aman dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
|
ü Berikan dukungan
ambulasi sesuai dengan kebutuhan :
ü Kaji kebutuhan untuk
berjalan
ü Konsultasi dengan ahli
therapist
ü Ajarkan klien untuk
meminta bantuan bila diperlukan
ü Ajarkan klien untuk
berjalan dan keluar ruangan
|
ü Ambulasi yang
dilakukan tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.
|
ü Bantu klien untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara hati-hati.
|
ü Penarikan yang terlalu
keras akan menyebabkan terjadinya fraktur.
|
ü Ajarkan pada klien
untuk berhenti secara perlahan, tidak naik tanggga, dan mengangkat beban
berat.
|
ü Pergerakan yang cepat
akan lebih memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien
osteoporosis.
|
ü Ajarkan pentingnya
diet untuk mencegah osteoporosis :
ü Rujuk klien pada ahli
gizi
ü Ajarkan diet yang
mengandung banyak kalsium
ü Ajarkan klien untuk
mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
|
ü Diet kalsium
dibutuhkan untuk mempertahankan kalsium serum, mencegah bertambahnya
kehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kalsium dalam urine.
Alcohol akan meningkatkan asidosis yang meningkatkan resorpsi tulang
|
ü Ajarkan tentang efek
rokok terhadap pemulihan tulang
|
ü Rokok dapat
meningkatkan terjadinya asidosis
|
ü Observasi efek samping
obat-obatan yang digunakan
|
ü Obat-obatan seperti
diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, megantuk, dan lemah yang
merupakan predisposisi klien untuk jatuh
|
4. Kurangnya
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi.
·
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
klien memahami tentang penyakit
osteoporosis dan program
terapi.
·
Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu
menyebutkan
program terapi yang diberikan, klien tampak tenang.
Intervensi
|
Rasional
|
ü Kaji ulang
proses penyakit dan harapan yang akan datang
|
ü Memberikan
dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
|
ü Ajarkan pada
klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
|
ü Informasi
yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
|
ü Berikan
pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
|
ü Suplemen
kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien
sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya
efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk
menurunkan resiko pembentukan batu ginjal
|
Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1. Nyeri
berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme
otot, deformitas tulang.
|
ü Memantau tingkat nyeri
pada punggung, nyeri terlokalisasi atau menyebar pada abdomen atau pinggang.
Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri berat.
ü Mengajarkan pada klien
tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
ü Mengkaji obat-obatan
untuk mengatasi nyeri.
Aspirin
Phenyl-butazone
Naproxen
Ibuprofen
Diclofenac
Piroxicam
Tenoxicam
Celecoxib
Lumiracoxib
ü Merencanakan pada klien
tentang periode istirahat adekuat dengan berbaring dalam posisi telentang
selama kurang lebih 15 menit
|
S : Klien mengatakan nyeri berkurang
O : Dapat melakukan
perawatan secara mandiri dan penanganannya secara sederhana.
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan :
Pantau tingkat nyeri
pada punggung, nyeri terlokalisasi atau menyebar pada abdomen atau pinggang.
Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri berat.
Ajarkan pada klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi
rasa nyerinya.
Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri.
Aspirin
Phenyl-butazone
Naproxen
Ibuprofen
Diclofenac
Piroxicam
Tenoxicam
Celecoxib
Lumiracoxib
Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adekuat dengan
berbaring dalam posisi telentang selama kurang lebih 15 menit
|
2.
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
|
ü Mengkaji tingkat
kemampuan klien yang masih ada.
ü Merencanakan tentang
pemberian program latihan :
ü Membantu klien jika
diperlukan latihan
ü Mengajarkan klien
tentang aktivitas hidup sehari hari yang dapat dikerjakan
ü Mengajarkan pentingnya
latihan.
ü Membantu kebutuhan
untuk beradaptasi dan melakukan aktivitas hidup sehari hari.
ü Meningkatan latihan
fisik secara adekuat :
ü Mendorong latihan dan
hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
ü Menginstruksikan klien
untuk latihan selama kurang lebih 30menit dan selingi dengan istirahat dengan
berbaring selama 15 menit
ü Menghindari latihan
fleksi, membungkuk tiba– tiba,dan penangkatan beban berat
|
S : Klien mengatakan sudah bisa
beraktivitas kembali
O : Dapat beraktivitas secara mandiri
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
3. Risiko cedera
berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh
|
ü Menciptakan lingkungan
yang nyaman :
ü Menempatkan klien pada
tempat tidur rendah
ü Mengamati lantai yang membahayakan
klien
ü Memberikan penerangan
yang cukup
ü Menempatkan klien pada
ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi
ü Mengajarkan klien
tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan.
Memberikan dukungan ambulasi sesuai dengan kebutuhan :
ü Mengkaji kebutuhan
untuk berjalan
ü Mengkonsultasi dengan
ahli therapist
ü Mengajarkan klien
untuk meminta bantuan bila diperlukan
ü Mengajarkan klien
untuk berjalan dan keluar ruangan
ü Membantu klien untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara hati-hati.
ü Mengajarkan pada klien
untuk berhenti secara perlahan, tidak naik tanggga, dan mengangkat beban
berat.
ü Mengajarkan pentingnya
diet untuk mencegah osteoporosis :
ü Merujuk klien pada
ahli gizi
ü Mengajarkan diet yang
mengandung banyak kalsium
ü Mengajarkan klien
untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
ü Mengajarkan tentang
efek rokok terhadap pemulihan tulang
ü Mengobservasi efek
samping obat-obatan yang digunakan
|
S : Klien mengatakan sudah bisa
beraktivitas
O : Dapat menghindari aktivitas
yang mengakibatkan fraktur
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
4. Kurangnya
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi.
|
ü Mengkaji
ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
ü Mengajarkan
pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
ü Memberikan
pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
|
S : Klien mengatakan sudah memahami
tentang penyakit osteoporosis dan program terapi
O : Pengetahuan klien jadi bertambah
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dengan meningkatnya usia harapan hidup,
maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi
problem muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara
berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang
berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey
tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya,
terutama fraktur diperkirakan juga akan meningkat ( Sodoyo, 2009 ).
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya
tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1. Determinan Massa Tulang
2. Determinan penurunan Massa Tulang
Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun
antara faktor genetic dan faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia
jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor
lingkungan meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya
hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas
akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke
tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa
tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya
menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru
sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Manifestasi osteoporosis :
1. Nyeri dengan
atau tanpa fraktur yang nyata
2. Rasa sakit oleh karena adanya
fraktur pada anggota gerak
3. Nyeri timbul mendadak
Pemeriksaan
Diagnostik
1. Radiologis
2. CT-Scan
Penatalaksanaannya dengan Diet kaya
kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi
terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau
susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus,
salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium
yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium(kalsium karbonat).
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi
panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur
daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan
tangan.
Diagnosa yang timbul :
1. Nyeri berhubungan dengan
dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot, deformitas tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri
sekunder atau fraktur baru.
3.Risiko
cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurangnya
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi.
3.2 SARAN
Bagi orang yang mengalami osteoporosis
sebaiknya melakukan diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan
seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan
umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri
dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi
kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap
hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat
kalsium (kalsium karbonat), sering berolahraga dan pola hidup sehat.
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga
makalah yang kelompok buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Tandra,
H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal,
Mengatasi
dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Sudoyo,
Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing
Junaidi,
I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua :
Penerbit PT
Bhuana
Ilmu Populer
Suryati,
A, Nuraini, S. 2006. Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan. Vol.2. Jakarta
Anonim, 2013/05. www.debyrahmad.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar